1.
Seksio Sesaria
a. Pengertian
Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 1995 : 511).
Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan
uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr kehamilan
lebih dari 28 minggu. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1999 : 229)
Seksio sesaria adalh pembedahan untuk melhirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono Prawiroharjo , 1991 : 863)
Pengertian
yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa “ Seksio
sesaria adalah suatu cara persalinan
melalui sayatan pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus
(histerotomi) yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr
kehamilan lebih dari 28 minggu.
Indikasi dilakukan seksio sesaria
Tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan
perslinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin
atau keduanya. Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan
aman.
Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu :
1 ) Indikasi
ibu
a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi
kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu
kecil sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa
dampak serius bagi ibu dan janin.
b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah
uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika
serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini
sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir),
dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat
vagina.
d) Kelainan tenaga atau kelainan his,
misalnya pada ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan
dapat menjadi rintangan pada persalinan, sehingga persalinan mengalami
hambatan/kemacetan.
e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu
adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan
persalinan spontan.
f)
Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada
pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau
jarak persalian yang lama(lebih dari delapan tahun)
2) Indikasi
janin
a. Janin besar yaitu bila berat badan bayi
lebih dari 4000 gram, sehingga sulit melahirkannya
b. Kelainan gerak, presentasi atau posisi
ideal persalinan pervaginam adalah dengan kepala ke bawah/ sefalik
c. Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada
kemajuan dalam persalinan
d. Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan
cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar
serta terjadi peleberan sutura-sutura dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar
sehingga tidak dapat berakomodasi dengan jalan lahir.
3) Pertimbangan lain yaitu
ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila telah mengalami seksio sesaria
atau menjalani operasi kandungan sebelumnya “Ruptura uteri bisa terjadi pada
rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesaria klasik,
miomektomi (Muhtar, 1998 :289)” misalnya ibu dengan riwayat mioma sehingga
dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan berikutnya dengan seksio sesaria
untuk menghindari terjadinya ruptura uteri saat kontraksi uterus pada
peresalinan spontan.
b. Jenis-jenis
operasi seksio sesaria
1)
Seksio sesaria klasik atau korporal yaitu insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
2)
Seksio sesaria transperitonealis profunda yaitu insisi pada
segmen bawah uterus. Teknik ini paling sering dilakukan.
3)
Seksio sesaria ekstra peritonealis : rongga peritoneum tidak
dibuka, dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat.
Sekarang jarang dilakukan.
4)
Seksio sesaria histerektomy : setelah seksio sesaria dilakukan
histerektomy dengan indikasi atonia uteri, plasenta previa, mioma uteri,
infeksi intra uterin yang berat.
c. Kontra
indikasi
1)
Janin mati
2)
Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi
3)
Kelainan congenital berat
d. Komplikasi
yang sering muncul pada tindakan seksio sesaria
1)
Pada Ibu
a)
infeksi puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan
yaitu kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenikan suhu lebih tinggi
disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis
dan ileus paralitik.
b)
Perdarah akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang
terputus dan terluka pada saat operasi.
c)
Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat
melakukan seksio sesaria.
d)
Resiko ruptura uteri pada kehamilan berikutnya karena jika
pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat menciptakan
garis kelemahan yang sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya.
e)
Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada endometrium.
2)
Pada Bayi
a)
Hipoxia
b)
Depresi pernapsan
c)
Sindrom gawat pernapasan
d)
Trauma persalinan
e. Perawatan
setelah operasi
Tindakan
seksio sesaria tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi, sehingga
memerlukan observasi dengan tujuan agar dapat mendeteksi kejadiannya lebih
dini. Observasi trias komplikasi meliputi :
1) Kesadaran
penderita
a)
pada anestesi lumbal
Kesadaran
penderita baik oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua proses
persalinan
b)
pada anestesi umum
pulihnya
kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberiokan o2 menjelang akhir
operasi.
2) Mengukur
dan memeriksa tanda-tanda vital
a)
pengukuran :
- tensi, nadi, temperatur dan pernapasan
- keseimbangan cairan melalui produksi
urine, dengan perhitungan :
·
produksi urine normal 500-600 cc
·
pernapasan 500-600 cc
·
penguapan badan 900-1000 cc
- pemberian cairan pengganti sekitar
2000-2500 cc dengan perhitungan 20 tetes/menit (= 1 cc/menit)
- infus setelah operasi sekitar 2x24 jam
b)
Pemeriksaan
- paru-paru :
·
bersihan jalan napas
·
ronchi basal, untuk mengetahui adanya edema paru
- bising usus, menandakan berfungsinya usus
(dengan adanya flatus)
- perdarahan local pada luka operasi
- kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh
darah
·
perdarahan pervaginam : evaluasi pengeluaran lochea, atonia
uteri meningkatkan perdarahan, perdarahan berkepanjangan.
3)
provilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari
adanya alat yang kurang steril, infeksi asenden karena manipulasi vagina
sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk menghindari terjadinya
sepsis sampai kematian.
Pertimbangan
pemberian antibiotika :
-
bersifat provilaksis
-
bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
-
berpedoman pada hasil sensitivitas
-
kualitas antibiotika yang akan diberikan
-
cara pemberian antibiotika.
4)
mobilisasi penderita
Konsep
mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar, sehingga pulihnya fungsi alat
vital dapat segera tercapai.
a)
mobilisasi fisik :
- setelah sadar pasien boleh miring
- berikutnya duduk, bahkan jalan dengan
infus
- infus dan kateter dibuka pada hari kedua
atau ketiga
b)
mobilisasi usus
- setelah hari pertama dan keadaan baik
penderita boleh minum
- diikuti makan bubur saring dan pada hari
kedua ketiga makan bubur
- hari keempat kelima nasi biasa dan boleh
pulang.
2.
Cepalo pelvic disproporsi (CPD)
Setiap
kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat
menimbulkan disposia pada persalinan.
a.Kesempitan
panggul dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)
kesempitan pintu atas panggul
a) Definisi
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit bila konjugata
vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika
diameter transversa yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari
12 cm. Kesempitan pada konjugata vera umumnya lebih menguntungkan daripada
kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada
panggul sempit kemungkinan lebih besar bawah kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, mak dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal
ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lamanya pendataran dan pembukaan
servik. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan
sempurna oleh kepala janin ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada
bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli. Pada panggul picak turunnya
belakang-kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang
pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran ; kepala
memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage kepala janin
dapat dipengaruhi ileh jenis asinklistismus ; dalam hal ini asinklistismus
anterior daripada posterior oleh karena pada mekanisme yang terakhir gerakan os
parietal posterior yang terletak paling bawah tertahan oleh simpisis sedangkan
pada asinklistismus anterior os parietal anterior dapat bergerak lebih leluasa
ke belakang.
2)
Kesempitan panggul tengah
Ukuran terpenting, yang hanya dapat ditetapkan secara pasti
dengan pelvimetri rountgenologi ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran
ini kurang dari 9,5 cm perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesulitan pada
persalinan apalagi bila diameter
sagitalis posterior pendek pula. Terjadinya distosia pada kesmpitang
panggul tengah juga tergantung pada ukuran serta bentuk pelvis bagian depan dan
besar kepala janin disamping derajat kesempitang panggul tengah sendiri.
Kesempitan
panggul tengah mungkin lebih sering dijumpai daripada kesempitan panggul atas
dan sering menjadi penyebab kemacetan kepala janin dalam posisi melintang (transverse
arrest) dan kesulitan dalam melakukan tindakan forsep tengah.
3)
Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan
pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberum
8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul secara kasar dapat disamakan
dengan dua buah segitiga dan distansia tuberum merupakan alas kedua segitiga
tersebut. Supaya kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar
pada bagian pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup
panjang persalinan pervagianam dapat dilaksanakan walaupun dengan perlukaan
luas. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia
karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan
kesempitang panggul tengah. Supaya kepala janin dapat lahir
b. Prognosis
Apabila
persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan
yang tepat akan timbul bahaya bagi ibu
dan janin.
1)
Bahaya pada Ibu
a.
Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada
pembukaan kecil, dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intra
partum.
b.
Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahit
tertahan, dapat timbul regangan pada segmen bawah uterus dan pembentukan
lingkaran retaksi patologi. Keadaan ini dinamakan ruptur uteri.
c.
Dengan persalinan tidak maju karena CPD, jalan lahir pada suatu
tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal
ini menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemik dan
kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi
fistula vesico servikalis atau fistula vesico vaginalis atau fistula recto
vaginalis.
2)
Bahaya pada janin
a.
partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi jika
ditambah dengan infeksi intra partum.
b.
Prolapsus funikuli
c.
Moulage dapat dialami
oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan
tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium
serebeli dan perdarahan intra kranial
d.
selanjutnya tekanan oleh promotorium atau kadang-kadang oleh
simpisis pada panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas tulang
kepala janin, bahkan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar